Kamis, 31 Mei 2012

Peran Orang Tua Dalam Mentransmisikan Nilai, Etika, Moral dan Akhlak Pada Anak



PERAN ORANG TUA DALAM MENTRANSMISIKAN
NILAI ETIKA, MORAL DAN AKHLAK PADA ANAK

Pendahuluan
            Di dalam kehidupan ini, seorang anak manusia tidak bisa hidup berdiri sendiri. Sebagai makhluk sosial, manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, di dalam suatu lingkungan yang kecil (keluarga) sampai yang besar sekalipun seperti masyarakat. Dalam berhubungan, bekerja sama dan bersosialisasi dengan orang lain, seseorang membutuhkan pedoman atau pegangan. Pedoman tersebut berupa etika, moral dan akhlak yang harus dimiliki oleh setiap orang dalam menjalani hidupnya sendiri maupun dalam bermasyarakat. Pedoman ini ditanmankan atau ditransmisikan jauh-jauh hari pada diri seseorang, sejak mulai dari masa kekanak-kanakan.
Etika, moral dan akhlak merupakan sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Pada etika, penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik buruk itu adalah al-Qur'an dan al-hadis.

1.        Menanamkan Nilai Etika untuk menuntun kehidupan dan bersosialisasi
            Etika merupakan seperangkat aturan yang berfungsi untuk mengatur dan mengajari seseorang dalam bersikap. Etika akan membimbing manusia untuk berlaku sopan dan pantas pada setiap orang. Etika dalam kehidupan bisa kita pahami sebagai refleksi kritis bagaimana kita harus hidup dan bertindak dalam keadaan atau situasi yang konkrit untuk menentukan pilihan dan prioritas moral, terutama dalam situasi yang dilematis. Etika membantu kita untuk mampu mempertanggung jawabkan segala tindakan dalam kehidupan kita yang rasional dan tepat dalam mengambil keputusan, baik sebelum melakukan suatu tindakan maupun dalam mengevaluasi suatu keputusan atau kebijakan yang telah diambil. Bukan saja dalam kehidupan sosial, etika juga dibutuhkan dalam berbagai bidang seperti; dalam modernisasi dan globalisasi, transformasi budaya bahkan kaum agamawan memerlukan etika sebagai usaha manusia untuk menggunakan akal budinya (logis) dalam beriman agar hidup menjadi lebih baik.
a.    Etika belajar dari lingkungan
Etika sendiri tidak perlu diajari secara khusus dan tersendiri. Etika akan terbentuk dan dipelajari sendiri dalam lingkungan, dalam hal ini yang paling awal yang seseorang peroleh yaitu dari lingkugan keluarga, disini yang berperan penting dalam menanamkan nilai etika tersebut adalah kedua Orang Tua yaitu Ibu dan Bapak, kemudian lingkungan pengajian, sekolah dan masyarakat umum.
Akan tetapi, seseorang tidak selalu memperoleh atau menerima pelajaran yang positif dari beberapa hal tersebut, misal dari lingkungan masyarakat. Seseorang yang hidup dan dibesarkan dilingkungan “tidak baik” maka bukan tidak mungkin akan tumbuh menjadi sosok yang kurang baik. Orang tersebut akan berperilaku bebas sesuai dengan keinginanya tanpa memperhaitkan perasaan orang lain. Ia hanya berfikir bahwa apa yang dilakukannya harus berdampak baik bagi dirinya meskipun itu tidak baik bagi orang lain.
Untuk itu, Orang Tua disini harus pandai-pandai dan selalu mengontrol anak-anak mereka dalam memilih pergaulan dengan orang lain di lingkungan masyarakat, karena sangat berakibat fatal jika anaknya masuk dan bergaul dengan masyarakat yang notabenenya tidak baik. Salah satu cara Orang Tua dalam menanamkan etika terhadap anak yaitu selalu dekat dengan anak, selalu memberikan nasehat-nasehat yang baik terhadap anak, mencontohkan yang baik kepada anak untuk selalu menghargai sesama, menghormati yang lebih tua dan tidak bertingkah sewena-wena kepada orang lain.
Sehingga Initi dari mempelajaran mengenai etika adalah bagaimana diri kita mampu mnghargai orang lain, dan tidak hanya mementingkan kepentingan pribadi atau memikirkan diri sendiri. Sehingga etika akan menuntun seseorang untuk hidup semestinya dengan cara yang dibenarkan oleh semua orang.

b.      Manfaat mempelajari Etika
·      Etika membuat seseorang lebih menghargai individu lain.’
·      Etika akan membuat seseorang menyadari dan memaknai arti pentingnya kehidupan.
·      Etika mengajari seseorang untuk sadar dalam bertindak. Dengan kesadaran itu, seseorang akan mengetahui hal-hal yang harus dilakukan serta menghindari hal-hal yang tidak boleh dilakukan.
·      Etika membuat seseorang mendahulukan hal yang lebih penting. Dalam hal ini, etika berkaitan dengan hati nurani.

2.        Penanaman Nilai Moral Agama dalam lingkungan keluarga dan masyarakat
            Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama.
Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat.
            Dalam kehidupan sehari-hari kerap kita temukan anak dengan kepribadian yang kurang terpuji misalnya sikapnya cenderung nakal, tidak sopan, suka berkata kasar dan jorok, tidak disiplin, tidak mau bekerjasama dengan teman, malas beribadah dan tidak mau berperilaku hormat pada orang yang lebih tua. Kondisi demikian sudah barang tentu menimbulkan keprihatinan para orangtua. Lantas apa yang menyebabkan sikap si anak terbentuk demikian ?
Hal ini bisa terjadi karena proses pengasuhan dan pembinaan yang salah pada anak, selain juga akibat dampak negatif dari perkembangan teknologi informasi dan lingkungan sekitar yang kurang kondusif.
Disinilah peranan orang tua memegang posisi penting terhadap pembentukan karakater anak, seperti sikap, pengetahuan, penalaran dan sebagainya. Keluarga sebagai ajang sosialisasi dan mempunyai kedudukan multifungsional sehingga proses pendidikan keluarga sangat berpengaruh bagi anak. Setiap interaksi dengan anak merupakan kesempatan untuk menanamkan nilai-nilai terutama nilai moralitas dab agama karena kedua nilai ini merupakan pendidikan fundamental bagi anak dalam bersikap untuk mengarungi kehidupannya kelak dimasa yang akan datang.
Agar anak memiliki karakter positif maka sangat dibutuhkan kepedulian dan peran orangtua untuk menanamkan pengertian pada anak akan pentingnya berbuat baik, mengikuti aturan, membedakan mana yang benar dan salah serta berperilaku terpuji yang dikemas dalam bentuk penanaman nilai moral agama pada anak. Masa kanak-kanak menjadi proses pembentukan diri bagi setiap manusia, baik secara biologis, psikologis maupun sosiologis yang sangat signifikan bagi tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan lebih lanjut. Tahap ini juga merupakan masa ketidakberdayaan anak, ketergantungan terhadap orang dewasa sangat besar. Oleh karena sudah menjadi kewajiban orangtualah untuk melakukan pengasuhan dan pembinaan terhadap anak, agar ia dapat berkembang secara optimal sehingga menjadi generasi yang berkualitas dari segala aspek. Menanamkan nilai moral dan keagamaan pada anak adalah salah satu tugas pokok yang harus dijalankan oleh para orangtua pada anaknya.
Penanaman nilai moral agama sangat ini sangat penting karena merupakan pondasi bagi kepribadian anak. Perlu dipahami bahwa anak terlahir dibekali neuron (sel syaraf) dalam otaknya. Oleh sebab itu, pada masa ini ia sangat memerlukan rangsangan pendidikan. Neuron-neuron yang tidak mendapat rangsangan pendidikan akan musnah lewat proses alamiah, dan proses ini berlangsung terus hingga remaja. Sangat disayangkan bila masa ini terlewatkan begitu saja.
Menanamkan nilai moral agama pada anak dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu:
1.        Kegiatan Latihan
Penanaman nilai moral agama harus dimulai sejak bayi dalam kandungan, yang didalamnya terkandung unsur latihan. Sang ibu disarankan banyak berbuat kebajikan dan makan-makanan yang halal. Hal ini semata-mata bukan untuk sang ibu saja, namun juga berguna bagi sang bayi. Sama halnya, pada saat bayi lahir diperdengarkan suara adzan bagi umat Muslim di telinga sebelah kanan dan iqomah di telinga sebelah kiri. Ini bertujuan untuk mengenalkan kalimat tauhid (ke-Esaan Tuhan) pada anak. Masa anak adalah masa reseptif, di mana nilai-nilai yang diajarkan oleh orangtua direkan pada memorinya. Pada saat ini otak berkembang begitu pesat, sehingga tepat sekali untuk mengajarkan apa saja kepada anak terutama yang berkaitan dengan nilai moral agama.
2.        Kegiatan Aktivitas Bermain
Penanaman nilai moral agama dapat dilakukan melalui aktivitas bermain anak. Pada saat bermain pendidik/orangtua dapat memberikan motivasi pada anak untuk saling memaafkan. Sekedar contoh, pada saat anak-anak saling berebut dan bertengkar, maka orangtua harus memotivasi anak agar mau saling memaafkan. Dalam aktivitas bermain anak belajar mematuhi aturan yang berlaku dalam permainan serta belajar menerima hukuman jika seseorang bermain tidak mengikuti aturan.
3.        Kegiatan pembelajaran
Penanaman nilai moral agama ini dapat dilaksanakan melalui pendidikan non formal maupun formal. Non formal artinya dilaksanakan di dalam lingkungan masyarakat, sedangkan formal artinya dilakukan di lingkungan sekolah. Di sekolah penanaman nilai moral keagamaan umumnya terintegrasi dengan kegiatan di sekolah dan masuk kurikulum.



3.        Akhlak dalam berhubungan dengan sesama
            Akhlak merupakan buah yang dihasilkan dari proses menerapkan aqidah dan syariah. Ibarat bangunan, akhlak merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah fondasi dan bangunannya kuat. Jadi, tidak mungkin akhlak ini akan terwujud pada diri seseorang jika dia tidak memiliki aqidah dan syariah yang baik.
            Dalam sabdanya, Nabi Muhammad SAW. Mengisyaratkan bahwa kehadirannya dimuka bumi ini membawa misi pokok untuk menyempurnakan akhlak manusia yang mulia. Misi ini adalah misi yang sangat agung yang dalam merealisasikannya Nabi Sendiri membutuhkan waktu yang lama, yakni kurang lebih 22 tahun.
            Akhlak memiliki kesetaraan makna dengan moral dan etika. Kata-kata ini sering disejajarkan dengan budi pekerti, tata susila, tata krama atau sopan santun (Faisal Ismail, 1998:178/oleh : Dr. Marzuki). Satu kata lagi yang setara maknanya adalah Karakter yang juga memiliki makna yang hampir sama dengan etika, moral dan akhlak. Karakter ini lebih di tekankan pada aplikasi nilai-nilai positif dalam kehidupan sehari-hari. Jadi karakter lebih mengarah kepada sikap dan perilaku manusia.
Menurut Al Ghazali akhlak adalah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah tanpa banyak pertimbangan lagi. Sedangkan sebagaian ulama yang lain mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak tanpa merasa sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-hari.
            Keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat mempunyai peranan yang sangat besar dalam mempengaruhi kehidupan dan perilaku anak, dalam hal ini anak ketika remaja. Kedudukan dan fungsi keluarga dalam kehidupan manusia bersifat fundamental karena pada hakekatnya keluarga merupakan wadah pembentukan watak dan akhlak.
Tempat perkembangan awal seorang anak sejak dilahirkan sampai proses pertumbuhan dan perkembangannya baik jasmani maupun rohani adalah lingkungan keluarga, oleh karena itu di dalam keluargalah dimulainya pembinaan nilai-nilai akhlak karimah ditanamkan bagi semua anggota keluarga termasuk terhadap remaja.
Masa remaja (terutama masa remaja awal) merupakan satu fase perkembangan manusia yang memiliki arti penting bagi kehidupan selanjutnya, karena kualitas kemanusiaannya di masa tua banyak ditentukan oleh caranya menata dan membawa dirinya dimasa muda. Perubahan yang dialami pada masa ini terjadi secara kodrati dan para ahli menyebutnya sebagai masa transisi (peralihan).
Masa peralihan yang terjadi pada remaja sangat membingungkan, dalam masa peralihan ini remaja sedang mencari identitasnya. Dalam proses perkembangannya, masa ini senantiasa diwarnai oleh konflik-konflik internal, cita-cita yang melambung, emosi yang tidak stabil serta mudah tersinggung. Oleh karena itu remaja membutuhkan bimbingan dan bantuan dari orang-orang terdekat seperti orang tuanya.
Peran dan tanggungjawab orang tua mendidik anak remaja dalam keluarga sangat dominan sebab di tangan orang tuanyalah baik dan buruknya akhlak remaja. Pendidikan dan pembinaan akhlak merupakan hal paling penting dan sangat mendesak untuk dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas hidup. Dalam ajaran agama Islam masalah akhlak mendapat perhatian yang sangat besar sebagaimana sabda Nabi ”Sempurnanya iman seorang mukmin adalah mempunyai akhlak yang bagus”. Dan dalam riwayat lain dikatakan ”Sesungguhnya yang dicintai olehku (Nabi Muhammad SAW) adalah mereka yang mempunyai akhlak yang bagus”.
Mengingat masalah akhlak adalah masalah yang penting seperti sabda Nabi di atas, maka dalam mendidik dan membina akhlak remaja orang tua dituntut untuk dapat berperan aktif karena masa remaja merupakan masa transisi yang kritis seperti dikemukakan oleh Hurlock (dalam istiwidayanti : 1992) bahwa masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa sehingga individu pada masa ini mengalami berbagai perubahan baik fisik, perilaku dan sikap sehingga perubahan ini patut diwaspadai.
Oleh karena itu peranan orang tua sebagai pendidik pertama dan utama dalam menanamkan nilai-nilai akhlak karimah terhadap para remaja yang bersumberkan ajaran agama Islam sangat penting dilakukan agar para remaja dapat menghiasi hidupnya dengan akhlak yang baik sehingga para remaja dapat melaksanakan fungsi sosialnya sesuai dengan norma agama, norma hukum dan norma kesusilaan.

Kesimpulan
Dalam menanamkan etika, moral dan akhlak pada diri seorang anak, yang paling berperan penting yaitu kedua orang tua. Ayah dan ibu adalah teladan pertama bagi pembentukan pribadi anak. Keyakinan-keyakinan, pemikiran dan perilaku ayah dan ibu dengan sendirinya memiliki pengaruh yang sangat dalam terhadap pemikiran dan perilaku anak. Karena kepribadian manusia muncul berupa lukisan-lukisan pada berbagai ragam situasi dan kondisi dalam lingkungan keluarga. Keluarga berperan sebagai faktor pelaksana dalam mewujudkan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan persepsi budaya sebuah masyarakat. Ayah dan ibulah yang harus melaksanakan tugasnya di hadapan anaknya. Khususnya ibu yang harus memfokuskan dirinya dalam menjaga akhlak, jasmani dan kejiwaannya pada masa pra kehamilan sampai masa kehamilan dengan harapan Allah s.w.t memberikan kepadanya anak yang sehat dan saleh.
Peranan orangtua memegang pengaruh yang besar dalam tumbuh kembang anak. Pembinaan anak yang salah akan memberikan dampak negatif bagi pembentukan karakternya sehingga anak akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak terpuji.
Orangtua harus proaktif dalam mengawasi perkembangan anak, pilihlah permainan yang representatif bagi anak. Penggunakan teknologi informasi perlu di batasi, sejauh itu masih memberikan dampak positif terhadap perkembangan anak, tetapi jika dianggap telah memberikan preseden buruk bagi anak orangtua harus berani mengambil sikap tegas untuk melarangnya.
Penanaman nilai moral dan agama merupakan keharusan bagi anak. Tanamkanlah nilai-nilai tersebut pada amat sedini mungkin karena semakin berkembang usia anak maka akan semakin sulit untuk mengarahkan mereka.
Orangtua sebagai leader bagi anak-anaknya harus bisa memberikan contoh yang baik agar bisa menjadi teladan bagi anak-anaknya.


Daftar Pustaka





Marzuki, Dr  : PRINSIP DASAR AKHLAK MULIA (Pengantar Studi Konsep-Konsep Dasar Dalam Islam), Yogyakarta, Wahana Press 2009. ISBN 978-602-95872-0-3


Tidak ada komentar:

Posting Komentar