PERAN ORANG TUA DALAM
MENTRANSMISIKAN
NILAI ETIKA, MORAL DAN AKHLAK PADA
ANAK
Pendahuluan
Di dalam kehidupan ini, seorang anak manusia tidak bisa
hidup berdiri sendiri. Sebagai makhluk sosial, manusia saling membutuhkan satu
dengan yang lainnya, di dalam suatu lingkungan yang kecil (keluarga) sampai
yang besar sekalipun seperti masyarakat. Dalam berhubungan, bekerja sama dan
bersosialisasi dengan orang lain, seseorang membutuhkan pedoman atau pegangan.
Pedoman tersebut berupa etika, moral dan akhlak yang harus dimiliki oleh setiap
orang dalam menjalani hidupnya sendiri maupun dalam bermasyarakat. Pedoman ini ditanmankan
atau ditransmisikan jauh-jauh hari pada diri seseorang, sejak mulai dari masa
kekanak-kanakan.
Etika,
moral dan akhlak merupakan sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik
dan buruk. Pada
etika,
penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral
berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat, maka pada akhlak ukuran
yang digunakan untuk menentukan baik buruk itu adalah al-Qur'an dan al-hadis.
1.
Menanamkan
Nilai Etika untuk menuntun kehidupan dan bersosialisasi
Etika merupakan
seperangkat aturan yang berfungsi untuk mengatur dan mengajari seseorang dalam
bersikap. Etika akan membimbing manusia untuk berlaku sopan dan pantas pada
setiap orang. Etika dalam kehidupan bisa kita pahami sebagai refleksi kritis
bagaimana kita harus hidup dan bertindak dalam keadaan atau situasi yang
konkrit untuk menentukan pilihan dan prioritas moral, terutama dalam situasi
yang dilematis. Etika membantu kita untuk mampu mempertanggung jawabkan segala
tindakan dalam kehidupan kita yang rasional dan tepat dalam mengambil
keputusan, baik sebelum melakukan suatu tindakan maupun dalam mengevaluasi
suatu keputusan atau kebijakan yang telah diambil. Bukan saja dalam kehidupan
sosial, etika juga dibutuhkan dalam berbagai bidang seperti; dalam modernisasi
dan globalisasi, transformasi budaya bahkan kaum agamawan memerlukan etika
sebagai usaha manusia untuk menggunakan akal budinya (logis) dalam beriman agar
hidup menjadi lebih baik.
a.
Etika belajar dari lingkungan
Etika
sendiri tidak perlu diajari secara khusus dan tersendiri. Etika akan terbentuk
dan dipelajari sendiri dalam lingkungan, dalam hal ini yang paling awal yang
seseorang peroleh yaitu dari lingkugan keluarga, disini yang berperan penting
dalam menanamkan nilai etika tersebut adalah kedua Orang Tua yaitu Ibu dan
Bapak, kemudian lingkungan pengajian, sekolah dan masyarakat umum.
Akan tetapi, seseorang tidak selalu
memperoleh atau menerima pelajaran yang positif dari beberapa hal tersebut,
misal dari lingkungan masyarakat. Seseorang yang hidup dan dibesarkan
dilingkungan “tidak baik” maka bukan tidak mungkin akan tumbuh menjadi sosok
yang kurang baik. Orang tersebut akan berperilaku bebas sesuai dengan
keinginanya tanpa memperhaitkan perasaan orang lain. Ia hanya berfikir bahwa
apa yang dilakukannya harus berdampak baik bagi dirinya meskipun itu tidak baik
bagi orang lain.
Untuk itu, Orang Tua disini harus
pandai-pandai dan selalu mengontrol anak-anak mereka dalam memilih pergaulan
dengan orang lain di lingkungan masyarakat, karena sangat berakibat fatal jika
anaknya masuk dan bergaul dengan masyarakat yang notabenenya tidak baik. Salah
satu cara Orang Tua dalam menanamkan etika terhadap anak yaitu selalu dekat
dengan anak, selalu memberikan nasehat-nasehat yang baik terhadap anak, mencontohkan
yang baik kepada anak untuk selalu menghargai sesama, menghormati yang lebih
tua dan tidak bertingkah sewena-wena kepada orang lain.
Sehingga Initi dari mempelajaran mengenai etika adalah
bagaimana diri kita mampu mnghargai orang lain, dan tidak hanya mementingkan
kepentingan pribadi atau memikirkan diri sendiri. Sehingga etika akan menuntun
seseorang untuk hidup semestinya dengan cara yang dibenarkan oleh semua orang.
b. Manfaat
mempelajari Etika
· Etika
membuat seseorang lebih menghargai individu lain.’
· Etika
akan membuat seseorang menyadari dan memaknai arti pentingnya kehidupan.
· Etika
mengajari seseorang untuk sadar dalam bertindak. Dengan kesadaran itu,
seseorang akan mengetahui hal-hal yang harus dilakukan serta menghindari
hal-hal yang tidak boleh dilakukan.
· Etika
membuat seseorang mendahulukan hal yang lebih penting. Dalam hal ini, etika
berkaitan dengan hati nurani.
2.
Penanaman
Nilai Moral Agama dalam lingkungan keluarga dan masyarakat
Moral
adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian
terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah
perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila
yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat
tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka
orang itu dinilai memiliki moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral
adalah produk dari budaya dan Agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang
berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak
lama.
Moral juga
dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan
seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran,
suara hati, serta nasihat.
Dalam
kehidupan sehari-hari kerap kita temukan anak dengan kepribadian yang kurang
terpuji misalnya sikapnya cenderung nakal, tidak sopan, suka berkata kasar dan
jorok, tidak disiplin, tidak mau bekerjasama dengan teman, malas beribadah dan
tidak mau berperilaku hormat pada orang yang lebih tua. Kondisi demikian sudah
barang tentu menimbulkan keprihatinan para orangtua. Lantas apa yang
menyebabkan sikap si anak terbentuk demikian ?
Hal
ini bisa terjadi karena proses pengasuhan dan pembinaan yang salah pada anak,
selain juga akibat dampak negatif dari perkembangan teknologi informasi dan
lingkungan sekitar yang kurang kondusif.
Disinilah peranan orang tua memegang posisi penting terhadap
pembentukan karakater anak, seperti sikap, pengetahuan, penalaran dan
sebagainya. Keluarga sebagai ajang sosialisasi dan mempunyai kedudukan
multifungsional sehingga proses pendidikan keluarga sangat berpengaruh bagi
anak. Setiap interaksi dengan anak merupakan kesempatan untuk menanamkan
nilai-nilai terutama nilai moralitas dab agama karena kedua nilai ini merupakan
pendidikan fundamental bagi anak dalam bersikap untuk mengarungi kehidupannya
kelak dimasa yang akan datang.
Agar anak memiliki karakter positif maka sangat dibutuhkan
kepedulian dan peran orangtua untuk menanamkan pengertian pada anak akan
pentingnya berbuat baik, mengikuti aturan, membedakan mana yang benar dan salah
serta berperilaku terpuji yang dikemas dalam bentuk penanaman nilai moral agama
pada anak. Masa kanak-kanak menjadi proses pembentukan diri bagi setiap
manusia, baik secara biologis, psikologis maupun sosiologis yang sangat
signifikan bagi tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan lebih lanjut. Tahap
ini juga merupakan masa ketidakberdayaan anak, ketergantungan terhadap orang
dewasa sangat besar. Oleh karena sudah menjadi kewajiban orangtualah untuk
melakukan pengasuhan dan pembinaan terhadap anak, agar ia dapat berkembang
secara optimal sehingga menjadi generasi yang berkualitas dari segala aspek.
Menanamkan nilai moral dan keagamaan pada anak adalah salah satu tugas pokok
yang harus dijalankan oleh para orangtua pada anaknya.
Penanaman nilai moral agama sangat ini sangat penting karena
merupakan pondasi bagi kepribadian anak. Perlu dipahami bahwa anak terlahir
dibekali neuron (sel syaraf) dalam otaknya. Oleh sebab itu, pada masa ini ia
sangat memerlukan rangsangan pendidikan. Neuron-neuron yang tidak mendapat
rangsangan pendidikan akan musnah lewat proses alamiah, dan proses ini
berlangsung terus hingga remaja. Sangat disayangkan bila masa ini terlewatkan
begitu saja.
Menanamkan nilai moral agama pada anak
dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu:
1.
Kegiatan Latihan
Penanaman nilai moral agama harus
dimulai sejak bayi dalam kandungan, yang didalamnya terkandung unsur latihan.
Sang ibu disarankan banyak berbuat kebajikan dan makan-makanan yang halal. Hal
ini semata-mata bukan untuk sang ibu saja, namun juga berguna bagi sang bayi.
Sama halnya, pada saat bayi lahir diperdengarkan suara adzan bagi umat Muslim
di telinga sebelah kanan dan iqomah di telinga sebelah kiri. Ini bertujuan
untuk mengenalkan kalimat tauhid (ke-Esaan Tuhan) pada anak. Masa anak adalah
masa reseptif, di mana nilai-nilai yang diajarkan oleh orangtua direkan pada
memorinya. Pada saat ini otak berkembang begitu pesat, sehingga tepat sekali
untuk mengajarkan apa saja kepada anak terutama yang berkaitan dengan nilai
moral agama.
2.
Kegiatan Aktivitas Bermain
Penanaman nilai moral agama dapat
dilakukan melalui aktivitas bermain anak. Pada saat bermain pendidik/orangtua
dapat memberikan motivasi pada anak untuk saling memaafkan. Sekedar contoh,
pada saat anak-anak saling berebut dan bertengkar, maka orangtua harus
memotivasi anak agar mau saling memaafkan. Dalam aktivitas bermain anak belajar
mematuhi aturan yang berlaku dalam permainan serta belajar menerima hukuman
jika seseorang bermain tidak mengikuti aturan.
3.
Kegiatan pembelajaran
Penanaman nilai moral agama ini dapat
dilaksanakan melalui pendidikan non formal maupun formal. Non formal artinya
dilaksanakan di dalam lingkungan masyarakat, sedangkan formal artinya dilakukan
di lingkungan sekolah. Di sekolah penanaman nilai moral keagamaan umumnya
terintegrasi dengan kegiatan di sekolah dan masuk kurikulum.
3.
Akhlak dalam berhubungan dengan sesama
Akhlak merupakan buah yang dihasilkan dari proses
menerapkan aqidah dan syariah. Ibarat bangunan, akhlak merupakan kesempurnaan
dari bangunan tersebut setelah fondasi dan bangunannya kuat. Jadi, tidak
mungkin akhlak ini akan terwujud pada diri seseorang jika dia tidak memiliki
aqidah dan syariah yang baik.
Dalam sabdanya, Nabi Muhammad SAW. Mengisyaratkan bahwa
kehadirannya dimuka bumi ini membawa misi pokok untuk menyempurnakan akhlak
manusia yang mulia. Misi ini adalah misi yang sangat agung yang dalam merealisasikannya
Nabi Sendiri membutuhkan waktu yang lama, yakni kurang lebih 22 tahun.
Akhlak memiliki kesetaraan makna dengan moral dan etika.
Kata-kata ini sering disejajarkan dengan budi pekerti, tata susila, tata krama
atau sopan santun (Faisal Ismail, 1998:178/oleh : Dr. Marzuki). Satu kata lagi
yang setara maknanya adalah Karakter yang juga memiliki makna yang hampir sama
dengan etika, moral dan akhlak. Karakter ini lebih di tekankan pada aplikasi
nilai-nilai positif dalam kehidupan sehari-hari. Jadi karakter lebih mengarah
kepada sikap dan perilaku manusia.
Menurut
Al Ghazali akhlak adalah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang
menjadikan ia dengan mudah tanpa banyak pertimbangan lagi. Sedangkan sebagaian
ulama yang lain mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang tertanam didalam
jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak tanpa merasa
sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-hari.
Keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat
mempunyai peranan yang sangat besar dalam mempengaruhi kehidupan dan perilaku
anak, dalam hal ini anak ketika remaja. Kedudukan dan fungsi keluarga dalam
kehidupan manusia bersifat fundamental karena pada hakekatnya keluarga
merupakan wadah pembentukan watak dan akhlak.
Tempat
perkembangan awal seorang anak sejak dilahirkan sampai proses pertumbuhan dan
perkembangannya baik jasmani maupun rohani adalah lingkungan keluarga, oleh
karena itu di dalam keluargalah dimulainya pembinaan nilai-nilai akhlak karimah
ditanamkan bagi semua anggota keluarga termasuk terhadap remaja.
Masa
remaja (terutama masa remaja awal) merupakan satu fase perkembangan manusia
yang memiliki arti penting bagi kehidupan selanjutnya, karena kualitas
kemanusiaannya di masa tua banyak ditentukan oleh caranya menata dan membawa
dirinya dimasa muda. Perubahan yang dialami pada masa ini terjadi secara
kodrati dan para ahli menyebutnya sebagai masa transisi (peralihan).
Masa
peralihan yang terjadi pada remaja sangat membingungkan, dalam masa peralihan
ini remaja sedang mencari identitasnya. Dalam proses perkembangannya, masa ini
senantiasa diwarnai oleh konflik-konflik internal, cita-cita yang melambung,
emosi yang tidak stabil serta mudah tersinggung. Oleh karena itu remaja
membutuhkan bimbingan dan bantuan dari orang-orang terdekat seperti orang
tuanya.
Peran
dan tanggungjawab orang tua mendidik anak remaja dalam keluarga sangat dominan
sebab di tangan orang tuanyalah baik dan buruknya akhlak remaja. Pendidikan dan
pembinaan akhlak merupakan hal paling penting dan sangat mendesak untuk
dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas hidup. Dalam ajaran agama Islam
masalah akhlak mendapat perhatian yang sangat besar sebagaimana sabda Nabi
”Sempurnanya iman seorang mukmin adalah mempunyai akhlak yang bagus”. Dan dalam
riwayat lain dikatakan ”Sesungguhnya yang dicintai olehku (Nabi Muhammad SAW)
adalah mereka yang mempunyai akhlak yang bagus”.
Mengingat
masalah akhlak adalah masalah yang penting seperti sabda Nabi di atas, maka
dalam mendidik dan membina akhlak remaja orang tua dituntut untuk dapat
berperan aktif karena masa remaja merupakan masa transisi yang kritis seperti
dikemukakan oleh Hurlock (dalam istiwidayanti : 1992) bahwa masa remaja adalah
masa transisi dari anak-anak menuju dewasa sehingga individu pada masa ini
mengalami berbagai perubahan baik fisik, perilaku dan sikap sehingga perubahan
ini patut diwaspadai.
Oleh
karena itu peranan orang tua sebagai pendidik pertama dan utama dalam
menanamkan nilai-nilai akhlak karimah terhadap para remaja yang bersumberkan
ajaran agama Islam sangat penting dilakukan agar para remaja dapat menghiasi
hidupnya dengan akhlak yang baik sehingga para remaja dapat melaksanakan fungsi
sosialnya sesuai dengan norma agama, norma hukum dan norma kesusilaan.
Kesimpulan
Dalam
menanamkan etika, moral dan akhlak pada diri seorang anak, yang paling berperan
penting yaitu kedua orang tua. Ayah dan ibu adalah teladan pertama bagi
pembentukan pribadi anak. Keyakinan-keyakinan, pemikiran dan perilaku ayah dan
ibu dengan sendirinya memiliki pengaruh yang sangat dalam terhadap pemikiran
dan perilaku anak. Karena kepribadian manusia muncul berupa lukisan-lukisan
pada berbagai ragam situasi dan kondisi dalam lingkungan keluarga. Keluarga
berperan sebagai faktor pelaksana dalam mewujudkan nilai-nilai,
keyakinan-keyakinan dan persepsi budaya sebuah masyarakat. Ayah dan ibulah yang
harus melaksanakan tugasnya di hadapan anaknya. Khususnya ibu yang harus
memfokuskan dirinya dalam menjaga akhlak, jasmani dan kejiwaannya pada masa pra
kehamilan sampai masa kehamilan dengan harapan Allah s.w.t memberikan kepadanya
anak yang sehat dan saleh.
Peranan orangtua memegang pengaruh yang besar dalam
tumbuh kembang anak. Pembinaan anak yang salah akan memberikan dampak negatif
bagi pembentukan karakternya sehingga anak akan tumbuh menjadi pribadi yang
tidak terpuji.
Orangtua harus proaktif dalam mengawasi perkembangan
anak, pilihlah permainan yang representatif bagi anak. Penggunakan teknologi
informasi perlu di batasi, sejauh itu masih memberikan dampak positif terhadap
perkembangan anak, tetapi jika dianggap telah memberikan preseden buruk bagi
anak orangtua harus berani mengambil sikap tegas untuk melarangnya.
Penanaman nilai moral dan agama merupakan keharusan
bagi anak. Tanamkanlah nilai-nilai tersebut pada amat sedini mungkin karena
semakin berkembang usia anak maka akan semakin sulit untuk mengarahkan mereka.
Orangtua sebagai leader bagi anak-anaknya harus bisa
memberikan contoh yang baik agar bisa menjadi teladan bagi anak-anaknya.
Daftar
Pustaka
Marzuki, Dr :
PRINSIP DASAR AKHLAK MULIA (Pengantar Studi Konsep-Konsep Dasar Dalam Islam),
Yogyakarta, Wahana Press 2009. ISBN 978-602-95872-0-3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar